Kamis, 26 Januari 2012

Berani Merokok di Kampung Margorukun Surabaya, Siap-siap Kena Denda

Wajah Kampung Margorukun, Kelurahan Gundih, Kecamatan Bubutan, Kota Surabaya kini telah berubah 180 derajat. Jika dulunya kawasan ini dikenal sangat kumuh dan memiliki angka kriminalitas tinggi, dipastikan itu tak akan dijumpai lagi sekarang.

Perkampungan yang berada di pinggiran rel Stasiun Turi, Kota Surabaya itu telah tertata rapi dan bersih. Tidak ada lagi rumah liar yang hanya berjarak 100 meter dari rel. Tanaman-tanaman hijau pun memenuhi setiap sudut perkampungan yang memiliki sepuluh RW.

"Dulunya, sebelum tahun 2007 itu kampung kita ini terkenal sangat kumuh. Tempat adu merpati juga banyak di sekitar rel. Angka kriminalnya dulu juga luar biasa tingginya," cerita Sugiyarto yang merupakan salah satu RW di kampung tersebut, kepada wartawan di sela-sela kunjungan kerja Wakil Presiden Boediono ke Kota Surabaya, Jumat (27/1/2012).

Sugiyarto adalah Ketua RW 9 di Kampung Margorukun. Dia jugalah yang menggerakkan warga, untuk mengubah kondisi perkampungan mereka.

Saking 'angker'-nya kondisi perkampungan itu, masih menurut Sugiyarto, tak seorang pun pejabat daerah berani melakukan kunjungan. Mereka pun sempat merasa tidak mendapatkan perhatian dari pemerintah.

"Dari situ kita mulai berpikir bagaimana caranya untuk mendapatkan perhatian dari pemerintah. Karena pada dasarnya kita juga ingin merubah kampung kita, kita dukung program pemerintah tapi saat itu kita nggak tahu caranya bagaimana," katanya.

Berbekal niat yang sudah ada, ia lantas mengajak warga lainnya untuk mengubah paradigma tentang hidup sehat. Menurutnya, jiwa yang sehat dimulai dari kondisi lingkungan tempat tinggal yang bersih dan sehat pula.

"Konsepnya saya buat dalam sebuah aturan yang terdiri dari 12 item. Beberapa poin yang penting, dalam aturan itu adalah tidak boleh memarkirkan gerobak di depan rumah, tidak boleh menjemur pakaian di depan rumah dan tidak boleh membuang sampah yang sembarangan,"
jelasnya.

Pria 53 tahun ini menyadari ide kreatifnya itu belum tentu mendapatkan persetujuan dari warga lainnya. Tapi ia tidak putus asa. Dia pun menerapkan teori asah, asih dan asuh sebagai pendekatan ke warga sekitar.

"Saya yakin saja, bahwa hati orang bisa berubah. Kalau kita saling keras tentu ini nggak akan jadi. Saya yakin mereka akan terima asalkan kita tidak mencari uang dari lingkungan itu," tambah pria berkumis tipis ini.

Sugiyarto menambahkan dulunya setiap sore, rel itu jadikan ajang judi adu burung merpati. Tak putus asa, untuk menertibkan kegiatan itu ia pun warga pun menggandeng Polres setempat.

"Kalau untuk menertibkan rumah liar di bantaran rel, saya dekati dengan cara pertama saya ikut tidur-tidur di rumah mereka, lalu saya cerita bahayanya dan selanjutnya saya berikan tawarkan solusinya. Yaitu yang KTP asli Surabaya kita carikan tempat tinggal yang layak di sekitar RW kita, yang KTP luar Surabaya kita pulangkan ke daerah asal," bebernya.

Tak berhenti sampai disiu, dia juga mulai mengajak masyarakat lainnya bersama-sama mencintai lingkungan dengan memanfaatkan sisa-sisa sampah rumah tangga yang mereka hasilkan setiap harinya. Sampah-sampah tersebut dikelola menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat dan bisa mendatangkan keuntungan buat warga itu sendiri.

"Kepada mereka saya tekankan, kita harus menata hidup bersih walaupun hidup miskin. Dengan membaca koran saya lalu mengajarkan pada warga gimana caranya mengelola sampah, mengelola air limbah, juga pengelolaan biogas. Kemudian saya ajak tokoh masyarakat untuk semakin
mengembangkan ini, dan Alhamdulillah mendapatkan sambutan baik dan berhasil," kata Sugiyarto seraya tertawa lepas.

Melihat sambutan positif dari warganya, Sugiyarto pun mulai diajak bekerja sama dengan kampus-kampus terkemuka di Surabaya, salah satuya ITS. Alhasil semua niat baik Sugiyarto ini membuat warga dari RW lainnya juga tergerak untuk ikut menjaga lingkungan mereka dan hal itu sangat dirasakan sekarang.

Ditemui di tempat yang sama, seorang warga RW 7 bernama Wiwin juga mengaku senang dengan kondisi lingkungannya saat ini. Tak hanya membuat larangan tidak boleh buang sampah sembarangan, kini mereka semakin tegas dengan membuat aturan dilarang merokok di perkampungan itu.

"Untuk kaum pria dewasa itu memang kita larang sekali merokok di lingkungan perumahan. Kita buat aturan kalau mau merokok harus ke dekat pinggir rel atau depan gerbang, dan puntungnya jangan dibuang sembarangan. Kegiatan merokok sebisa mungkin kita jauhkan dari
anak-anak," cerita Wiwin.

Jika ada yang tertangkap maka akan didenda oleh warga sendiri. Nilainya, tergantung pada kesepakatan yang diterapkan di masing-masing RW.

"Dananya kita kumpul untuk mempercantik kampung misalnya untuk beli bunga atau merawat tanaman," jelas Wiwin.

Dengan kunjungan Wapres Boediono, mereka berharap kampung itu menjadi lebih berkembang dan maju. Menurutnya apa yang ada saat ini diharapkan tidak hanya berhenti di tahap ini saja.

"Dengan adanya kunjungan seperti ini dan sering diadakan perlombaan bedah kampung, itu akan semakin memotivasi kita untuk menjaga lingkungan," tandas Wiwin.-detik News


Tidak ada komentar:

Posting Komentar