Minggu, 26 Februari 2012

Catatan Wacana Kenaikan Harga BBM

Dr Arif Budimanta 
KENAIKAN harga minyak dunia pasti berimplikasi serta berkonsekuensi terhadap penerimaan dan pengeluaran negara. Dengan demikian, setiap momentum kenaikan harga tidak serta-merta dapat menjadi alasan pembenaran bagi pemerintah untuk menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).

Sesungguhnya subsidi juga yang menikmati adalah rakyat dengan menggunakan uang rakyat pula. Patut pula dicatat, BBM adalah komoditas yang bernilai politis sangat tinggi. Itu karena dapat menurunkan ataupun menaikkan citra pemerintah di mata rakyat.

Secara matematis, meningkatnya besaran subsidi energi, khususnya BBM akibat naiknya harga minyak dunia, seharusnya masih bisa ditanggulangi. Alasannya, pemerintah masih memiliki Sisa Hasil Penggunaan Anggaran (SILPA) tahun lalu sebesar Rp32,2 triliun.

SILPA itu bisa digunakan pemerintah untuk mengatasi persoalan dan implikasi kenaikan harga minyak mentah, yang berkonsekuensi pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Di luar hitungan matematis itu, pemerintah harus fair (adil) menjelaskan bahwa kenaikan harga minyak dunia tidak hanya mengakibatkan naiknya belanja pemerintah (khususnya beban subsidi). Lonjakan harga juga memberi "rejeki" berupa meningkatkan pendapatan dari minyak dan gas.

Seperti yang dipaparkan Tim Konsorsium Peneliti Perguruan Tinggi (UI-UGM-ITB), bahwa jika terjadi kenaikan harga minyak dunia rata-rata 10%, maka akan meningkatkan pendapatan migas sebesar Rp3,5 triliun.

Untuk mengatasi kemungkinan defisit anggaran, pemerintah dapat melakukan penghematan atas belanja barang, seperti seminar-seminar, perjalanan dinas, macam-macam sosialisasi dan sebagainya. Upaya itu bisa membuat pemerintah menghemat sampai dengan 25 persen dari anggaran pengeluaran semula.

Dari berbagai upaya penghematan yang bisa dan memungkinkan dilakukan pemerintah, maka ada sekitar Rp35 triliun anggaran yang kemudian bisa direalokasikan untuk anggaran pendidikan.

Satu catatan dan pesan penting, jangan sampai karena ketidakmampuan pemerintah dalam mengelola sumber daya nasional dan keuangan negara kemudian rakyat yang menjadi korban, menanggung beban salah kelola aset nasional.


* Dr Arif Budimanta, Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan



Tidak ada komentar:

Posting Komentar