Senin, 20 Februari 2012

Muhaimin dan 5 Kejanggalan Kasus DPPID

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Abdul Muhaimin Iskandar diseret sejumlah saksi dan terdakwa dalam kasus Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID) untuk wilayah transmigrasi senilai Rp 73 miliar. Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa itu membantah kesaksian tersebut, termasuk saat ia bersaksi di pengadilan. Namun ada beberapa kejanggalan dalam kasus suap Rp 1,5 miliar ini.

1. Muhaimin mengaku baru mengetahui ada DPPID transmigrasi tahun anggaran 2011 pada akhir Agustus 2011.
Kejanggalan:
- Anggaran pada APBN Perubahan 2011 yang kemudian disetujui Rp 73 miliar itu diusulkan oleh Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Masyarakat dan Kawasan Transmigrasi (P2MKT) dan Direktorat Jenderal Pembinaan Pembangunan Kawasan Transmigrasi (P2KT).
- Berdasarkan dua nota dinas dari Dirjen P2MKT dan P2KT kepada Menteri Muhaimin, seharusnya dia mengetahui perihal penyusunan usulan APBN Perubahan 2011.

2. Muhaimin menyebut tak mengetahui suratnya kepada Menteri Keuangan tertanggal 29 April 2011 tentang Usulan APBN Perubahan 2011 Percepatan Pembangunan Bidang Transmigrasi sebesar Rp 988 miliar sejatinya adalah usulan penggunaan DPPID transmigrasi. Ia mengira itu usulan APBN Perubahan biasa (reguler).
Kejanggalan:
- Konsep surat Menteri Muhaimin kepada Menteri Keuangan pada 29 April 2011 dibuat sebelum muncul usulan anggaran dari Dirjen P2MKT dan P2KT.
- Ada surat disposisi Menteri Muhaimin kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Transmigrasi pada 10 Mei 2011, yang isinya: Dipelajari/dicermati dan dikoordinasikan. Disposisi ini tindak lanjut surat usulan APBN Perubahan 2011 tertanggal 25 April 2011 dari Direktur Jenderal P2MKT Djoko Sidik Pramono.
- Ada surat Sekjen Muchtar Lutfie atas nama Menteri Muhaimin kepada Menteri Keuangan tanggal 15 Juli 2011 perihal Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Kawasan Transmigrasi APBN Perubahan 2011

3. M. Fauzi dan Ali Mudhori belum ditetapkan sebagai tersangka.
Kejanggalan:
- Berdasarkan salinan dokumen yang dimiliki Tempo, Fauzi dan Ali yang menggodok rencana pengucuran uang Rp 1,5 miliar sehingga komisi dari Dharnawati, kuasa Direksi PT Alam Jaya Papua, itu mengucur pada 25 Agustus 2011. Persetujuan Fauzi untuk pengucuran uang muncul pada 25 Agustus siang.

4. Tak ada sadapan pembicaraan Muhaimin, baik dengan Fauzi, Ali, maupun pihak lain.
Kejanggalan:
- KPK telah mengantongi salinan pembicaraan Fauzi dan Ali serta Ali dan Nyoman Suisnaya via telepon.

5. Muhaimin mengaku namanya dicatut oleh sejumlah terdakwa dan saksi, seperti Fauzi, Ali, Dharnawati, Sindu Malik Pribadi, serta Dani Nawawi.
Kejanggalan:
Ia tak kunjung mengadukan mereka ke polisi. "Nanti saya adukan setelah pengadilan kasus ini selesai," katanya setelah menjadi saksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi DKI Jakarta kemarin.

Sumber: Kesaksian dalam persidangan | salinan dokumen Tempo | wawancara | JOBPIE SUGIHARTO - Tempointeraktif


Tidak ada komentar:

Posting Komentar