Jumat, 23 Desember 2011

Anas Dukung Hasil Audit Forensik Century

Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum, kendati belum membaca laporan hasil audit forensik Bank Century oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), mengatakan mendukung laporan tersebut. Hasil audit forensik Bank Century, menurut Anas, tak perlu diperdalam.

"Sudah cukuplah, itu kan sesuai dengan permintaan DPR. Kalau minta diperpanjang terus, sampai kiamat juga tidak selesai," kata Anas, di sela-sela Kompetisi Futsal Piala Ketua Umum DPP Partai Demokrat di Jakarta, Sabtu (24/12/2011).

Anas menegaskan, Partai Demokrat menghormati BPK sebagai lembaga yang telah diberi tugas oleh konstitusi untuk menjalani fungsi audit. Ia meminta para politisi yang mengkritisi profesionalisme BPK terkait hasil audit forensik Bank Century untuk bersikap adil dan konsisten.

"Jangan ketika hasil audit itu cocok dengan kepentingannya, auditnya dipuji-puji. Tetapi, begitu tidak sesuai dengan kepentingannya, audit itu dipersoalkan," ujarnya.

Anas kembali mengemukakan tiga hal yang perlu dipertimbangkan seseorang dalam menilai kasus Bank Century. Pertama, kebijakan dana talangan sebesar Rp 6,7 triliun itu merupakan kebijakan.

"Kedua, faktanya, tak ada krisis ekonomi di Indonesia. Ketiga, dengan tidak ada krisis ekonomi tahun 2008, ini memiliki kontribusi yang membuat Indonesia masuk dalam investment grade," kata Anas.

Seperti diwartakan, hasil investigasi lanjutan dinilai tidak menampilkan fakta-fakta baru. Dalam laporan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Jumat (23/12/2011), BPK menemukan 13 transaksi tidak wajar, bertentangan dengan undang-undang, serta merugikan negara dan masyarakat.

Transaksi tersebut terdiri dari transaksi surat-surat berharga, pemberian kredit, surat utang atau letter of credit (L/C), kas valas dan biaya operasional, dana pihak ketiga terafiliasi, dana pihak ketiga tidak terafiliasi, dan transaksi terkait PT Antaboga Deltasekuritas Indonesia (ADI).

Mayoritas temuan BPK dalam audit forensik itu hampir sama dengan audit investigasi yang diserahkan BPK pada akhir 2009. Salah satunya adalah temuan dana hasil penjualan surat-surat berharga US Treasury Strips Bank Century sebesar 29,77 juta dollar AS yang digelapkan HAW (Hesham Al Waraq) dan RAR (Rafat Ali Rizvi).

HAW (Hesham Al Waraq) dan RAR (Rafat Ali Rizvi) divonis 15 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada Desember 2010. Temuan lain yang juga sudah diproses hukum adalah pemberian surat utang kepada 10 nasabah, termasuk PT SPI (Selalang Prima Internasional). Komisaris PT SPI, Misbakhun, sendiri sudah divonis satu tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, November 2011.

Selain 13 temuan penyelewengan, BPK juga melaporkan dua informasi kemungkinan keterkaitan dengan aliran dana Century. Salah satunya informasi mengenai aliran dana dari SS (Sunaryo Sampoerna) dan istrinya, SL, ke PT MNP (Media Nusa Pradana) sebesar Rp 100,95 miliar sepanjang 2006-2009. Namun demikian, BPK belum menemukan hubungan aliran dana itu dengan kasus Century.

Informasi lain adalah adanya transaksi penukaran valuta asing dan penyetoran hasil penukaran valuta asing dari HEW dan SKS. Berbeda dengan Anas, Wakil Ketua DPR Bidang Industri dan Pertambangan Pramono Anung menilai, 13 temuan BPK itu sudah banyak diketahui masyarakat umum.

"Tiga belas temuan itu sudah terang benderang, karena relatif sudah diketahui di masyarakat umum," katanya.

Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu justru menganggap, dua informasi yang disampaikan BPK lebih penting. Pasalnya, dua informasi itulah yang baru terungkap oleh BPK.

BPK gagal

Wakil Ketua DPR Bidang Ekonomi dan Keuangan Anis Matta menilai, laporan audit BPK juga tidak terlalu signifikan. BPK tidak memanfaatkan secara maksimal bukti-bukti untuk mengungkap penyelewengan dalam proses penerbitan serta aliran dana talangan Century.

Sementara itu, selama proses investigasi, BPK gagal meminta keterangan sejumlah pihak pemegang kunci dalam kasus Century. Mereka adalah AT (Anton Tantular), DT (Dewi Tantular), HT (Huniawaty Tantular), RAR (Rafat Ali Rizvi), HAW (Hesham Al Waraq), HH, dan SKJ.

Hadi menjelaskan, BPK kesulitan mengakses para personel kunci itu karena sebagian berstatus buronan dan dalam proses hukum. Bukan hanya itu, BPK juga tidak dapat memperoleh akses transaksi di luar negeri karena terkendala ketentuan kerahasiaan transaksi perbankan di tiap-tiap negara.

Kendala lain adalah data nasabah dan transaksi di Bank Century tidak jelas. BPK juga tidak memperoleh akses atas dokumen terkait PT ADI yang saat ini dititipkan Bapepam LK di gudang Bursa Efek Indonesia.

Selain itu, BPK juga kurang mendapatkan akses atas informasi serta dokumen Bank Century, yang kini digunakan aparat penegak hukum.-KOMPAS


Tidak ada komentar:

Posting Komentar