Partai Gerakan Indonesia Raya melihat pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang baru masih mempraktikkan budaya tarik ulur kasus. Budaya tarik ulur ini maksudnya budaya lambat dan mengulur-ulur waktu untuk mengambil keputusan menyelidiki atau menyidik kasus padahal bukti dan saksi sudah kuat.
"Dalam kasus cek pelawat misalnya, pimpinan KPK baru menetapkan Miranda S Gultom sebagai tersangka setelah sebelumnya Ketua KPK berkali-kali mengatakan akan ada tersangka baru dalam kasus tersebut," kata Ketua Bidang Advokasi Dewan Pimpinan Pusat Gerindra, Habiburokhman, Selasa 31 Januari 2012.
Budaya tarik ulur ini juga terjadi dalam kasus Wisma Atlet. Keterangan sejumlah saksi dan tersangka sudah mengarah pada sejumlah nama seperti Anas Urbaningrum dan Angelina Sondakh, namun KPK tak kunjung menetapkan mereka sebagai tersangka.
"Sementara Wakil Ketua KOK Bambang Widjajanto mengatakan bahwa keterangan saksi dalam persidangan adalah bukti yang sah," kata Habib.
Gerindra mengingatkan, budaya tarik ulur ini justru bisa membuat koruptor untuk cukup waktu melawan. Bahkan komisioner KPK pun bisa menjadi sasaran kriminalisasi.
"Jika budaya tarik ulur ini terus dipertahankan, dapat dipastikan tidak banyak kasus besar seperti kasus Century, kasus Nazaruddin, kasus Badan Anggaran, bisa diselesaikan oleh pimpinan KPK periode III ini," kata Habib.-VIVAnews
Tidak ada komentar:
Posting Komentar