Di satu sisi, Agus Marto melarang pegawai negeri sipil (PNS) untuk memiliki bisnis sampingan. Namun di sisi lain, bekas Dirut Bank Mandiri ini membiarkan beberapa Dirjen di Kemenkeu merangkap jabatan (double job). Rata-rata mereka menjadi komisaris di BUMN.
Hal itu dikatakan anggota Komisi IX DPR Lourens Bahang Dama menanggapi kebijakan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang melarang PNS untuk punya usaha di luar pekerjaannya sebagai PNS. Hal ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 1974 tentang Pembatasan Kegiatan Pegawai Negeri dalam Usaha Swasta.
“Dasar aturannya PP Nomor 6 Tahun 1974 tentang Pembatasan berusaha bagi PNS,” ujar Sekretaris Jenderal Kemenkeu Kiagus Ahmad Badaruddin di Jakarta, kemarin.
Kiagus menyatakan, untuk golongan III/D ke bawah diperbolehkan melakukan bisnis lain tetapi harus seizin Menteri atau pejabat yang berwenang. Sementara untuk golongan IV/A, tidak diizinkan sama sekali membuka usaha lain.
“Bagi PNS Golongan III/D ke bawah harus seizin Menteri, kalau golongan IV/A ke atas tidak boleh,” tegas Kiagus.
Jika ada PNS, anggota TNI atau Pejabat yang melanggar ketentuan-ketentuan PP ini dapat diambil tindakan dan hukuman berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Bahang, wajar jika PNS di Kemenkeu punya bisnis atau tidak mengindahkan aturan atasannya. Sebab, lanjutnya, para pejabat eselon I di kementerian ini banyak yang rangkap jabatan di swasta atau BUMN.
“Kalau menerapkan aturan mestinya harus tegas. Jika anak buahnya nggak boleh berbisnis, Dirjennya juga jangan rangkap jabatan dong,” kritik Bahang
Karena itu, pihaknya meminta Menteri Agus Marto membuat aturan yang tegas. Jika tidak, maka kasus rekening gendut PNS tersebut akan terulang kembali.
Kemenkeu berjanji terus menindak lanjuti setiap laporan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan(PPATK) terkait dugaan rekening gendut milik pegawainya. Kiagus mengatakan, saat ini sudah ada 90 laporan rekening gendut milik pegawainya yang dilaporkan oleh PPATK. Menurut dia, semua laporan itu akan diperiksa oleh Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemenkeu.
Rekening yang terbukti melanggar, kata KIagus, akan langsung dilaporkan kepada penegak hukum. Namun, saat ditanya sudah berapa rekening gendut yang dilaporkan ke penegak hukum, dia mengaku lupa jumlahnya. “Sudah banyak yang sudah kita laporkan,” tegasnya kepadaRakyat Merdeka di Jakarta, kemarin.
Ia juga menjelaskan, terkait rekening mencurigakan milik bekas pegawai Dirjen Pajak Dhana Widyatmika (DW), pihak Itjen sudah melakukan pemeriksaan dengan melakukan eksiminasi terhadap rekening tersebut pada Desember lalu, setelah mendapat laporan dari PPATK.
Dia juga menolak anggapan jika ditemukannya rekening gendut DW ini merupakan indikasi gagalnya reformasi birokrasi di Kemenkeu. Justru, kata dia, terbongkarnya kasus ini karena berjalannya kebijakan reformasi birokrasi.
“Kebijakan reformasi birokrasi juga meningkatkan penerimaan pajak. Sehingga APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) yang tadinya dari bantuan luar negeri, sekarang dari pajak,” kelit Kiagus.
Namun, bagi Bahang, terungkapnya kasus DW semakin memperlihatkan jika program reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan belum maksimal.
Menurut dia, kondisi ini sangat mengkhawatirkan, karena PPATK masih menemukan rekening-rekening gendut milik PNS lainnya. Karena itu, kata dia, pihaknya akan memanggil Dirjen Pajak dan Kementerian Keuangan untuk menanyakan soal ini dan kebijakan reformasi birokrasinya.
“Evaluasi kinerja sangat diperlukan. Sebab, penerimaan pajak negara tidak akan maksimal jika penerimaan negaranya terus ditilep oleh oknum. Karena itu, Kemenkeu harus menindak semua laporan dari PPATK,” tukas Bahang. -RMOL
Tidak ada komentar:
Posting Komentar